Semenjak dilegalkan pada pertengahan tahun 2018 kemudian, peredaran rokok elektronik di Indonesia terus menjadi luas serta gampang dijangkau. Apalagi, terdapat kecenderungan kalau rokok ini pula mulai memasuki golongan kanak- kanak.
Perihal tersebut tidak terlepas dari biayanya yang lumayan terjangkau. Di samping itu, pola pikir warga yang menyangka rokok elektronik lebih nyaman dibandingkan rokok konvensional juga jadi alibi utama kenapa begitu mudahnya produk HPTL( hasil Produk Tembakau Yang lain) ini diterima warga.
Sementara itu, bagi Pimpinan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia( PDPI), Dokter. dokter. Agus Dwi Susanto Sp. P( K), rokok konvensional serta elektronik bersama beresiko serta memiliki nikotin yang bisa memunculkan dampak ketagihan ataupun adiksi.
Apabila digunakan secara terus menerus, akibat jangka panjangnya malah bisa merangsang munculnya penyakit kardiovaskular, kanker paru- paru, serta penyakit beresiko yang lain.
” Kedua produk ini pula memiliki karsinogen ataupun bahan- bahan yang menginduksi kanker lewat aktivitas merokok yang lewat saluran respirasi serta paru. Jika dipakai jangka panjang hendak memunculkan kanker,” tegas dokter. Agus Dwi Susanto, dalam kegiatan dialog bersama ahli kesehatan serta ekonomi di Gedung Adyatma, Departemen Kesehatan, Jakarta Selatan, Rabu( 15/ 1/ 2020).
Agus meningkatkan, isi karsinogen ini memanglah tidak langsung memunculkan dampak samping untuk para pemakainya. Akibat negatif baru hendak dialami dalam kurun waktu 15- 20 tahun mendatang.
Apalagi, rokok konvensional ataupun elektronik diklaim bisa tingkatkan resiko kanker apabila digunakan semenjak dini, ataupun masih dalam masa kanak- kanak.
Tidak cuma kanker serta penyakit jantung, akibat dari rokok elektronik serta konvensional ini pula bisa menimbulkan peradangan infeksi. Suatu publikasi internasional sudah meyakinkan kalau pemakaian rokok elektronik malah tingkatkan resiko penyakit asma.
” Di tempat aku aplikasi( Rumah Sakit Persahabatan) dekat 70 persen pengguna rokok elektronik itu telah adiksi serta ketagihan. Ini meyakinkan kalau isi nikotin kedua rokok tersebut bersama beresiko,” ungkap Agus.
Kenyataan berikutnya dilansir dari hasil riset Fakultas Medis Universitas Airlangga yang sudah melaksanakan percobaan pada hewan. Mereka sukses meyakinkan kalau rokok elektronik ataupun konvensional nyatanya pula mengganggu jaringan serta memunculkan penyakit paru.